Bicaranusantara.online – Jakarta, Melansir situs https://igj.or.id/2024/02/10/informasi-dasar-pandemic-treaty-why-should-we-care/ dikatakan Pandemi COVID-19 telah menyebabkan kematian bagi lebih dari 6 juta orang di seluruh dunia terutama negara berkembang.
Pandemi juga masih menyisakan persoalan terkait ketimpangan akses pada kebutuhan meliputi kebutuhan penahanan, penanganan, dan pencegahan (containment, treatment, and prevention) seperti vaksin, obat-obatan, ventilator, alat pelindung diri, dan sebagainya. Berbagai pihak termasuk masyarakat sipil dari sejak awal pandemi mengingatkan pentingnya persoalan akses ke berbagai kebutuhan untuk mempercepat penanganan. Namun selama pandemi, pengadaan semua kebutuhan terkait masih dilakukan melalui skema business as usual, dengan pengadaan vaksin COVID-19 yang tidak didukung dengan transparansi pengadaan dan distribusi.
Selain itu,Kritik terbesar lainnya dari masyarakat sipil adalah masih berlakunya skema perlindungan kekayaan intelektual yang dimanfaatkan oleh perusahaan farmasi untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya di tengah pandemi, sehingga harga obat dan kebutuhan kesehatan lain masih belum terjangkau. Selain itu, terdapat persoalan antisipasi sejak awal hingga kebutuhan pembiayaan untuk penanganan pandemi.
Apa itu Pandemic Treaty?
Dari beragam persoalan, utamanya terkait dengan ketimpangan akses pada kebutuhan pandemi serta minimnya inisiatif kerja sama antar negara, maka diperlukan kesepakatan yang lebih konkret antar negara yang secara khusus untuk mengatasi persoalan tersebut secara efektif.
Pada World Health Assembly (WHA) November 2021 lalu, negara-negara anggota WHO sepakat untuk merumuskan instrumen internasional baru untuk mencapai hal tersebut. Instrumen ini akan disusun melalui perundingan formal melalui Intergovernmental Negotiating Body (INB) dan diharapkan dapat selesai dan diadopsi pada tahun 2024. Jaringan masyarakat sipil di global menyebut instrumen ini sebagai Pandemic Treaty[2]. Istilah ini merujuk pada perjanjian yang diharapkan dapat mengikat negara-negara di dunia untuk memenuhi perjanjian.
Pasca disepakati pada November 2021, INB telah mengadakan berbagai pertemuan dan telah merilis zero draft dari instrumen ini. Di dalam zero draft, instrumen ini diberi judul “WHO Convention, Agreement, or Other International Instrument on Pandemic Prevention, Preparedness, and Response”(WHO CA+ on PPPR). Ditinjau dari judul tersebut secara bebas, maka INB belum menyepakati bentuk dari perjanjian ini sendiri apakah konvensi, perjanjian, atau mekanisme lainnya yang umum dikenal di internasional.
Namun menurut Sunardjo Sumargono Justice Doctor (JD) bahwa “Pandemic Treaty ini bisa jadi merupakan strategi terselubung asing yang berpotensi membuat hilangnya kedaulatan negara-negara di dunia termasuk Indonesia dengan biaya murah, karena tanpa perang dan sangat menguntungkan yang menggunakan isu kesehatan.
Dengan Pandemic Treaty, lanjut Sunardjo Sumargono, JD. WHO dalam hal ini bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam mendeteksi dan mencegah pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan yang dalam sidang yang digelar bulan Desember 2021 WHO telah meminta persetujuan dari 194 negara anggotanya terkait resolusi tersebut.
Ki Gelo Bejad sapaan akrab Sunadjo Sumargono JD menganggap resolusi itu hanya akan mengungkung setiap negara yang menyetujuinya.Pandemic Treaty membuat WHO memiliki otoritas untuk mengikat secara hukum atas seluruh pemerintahan di dunia.
“ Saya merasa sangat urgen menyampaikan hal ini kepada pemerintah, agar menolak ikut menandatangani Pandemic Treaty ini, karena berbahaya bagi kedaulatan negara,” Tegasnya di kantornya Kawasan Juanda Jakarta Pusat ( Jumat, 24 Mei 2024).
Bersama rekannya yaitu Soenardi, SH., MH. yang sudah berusia 80 tahun, Sunardjo Sumargono ingin menyampaikan usul kepada pemerintah agar menolak menandatangani pandemic treaty ini/.
Soenardi, SH., MH. mengatakan,” Kepedulian kami akan nasib bangsa ini, hari ini saya menyampaikan dan memohon kepada pemerintah untuk tidak menandatangani pandemic treaty,” Pungkasnya.
(Zainul, SH./ H. Latief, S.Ag./ Dharma El/ Team)